52 Persen Karyawan Mengalami Kelelahan Kerja Kronis, Generasi Z Terparah

Persoalan kesehatan mental di tempat kerja semakin mendapatkan perhatian, terutama pada peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia setiap 10 Oktober. Bagi banyak pekerja, isu ini bukan hanya sekadar pernyataan tahunan, melainkan realitas yang harus dihadapi setiap hari, tergerus oleh tekanan deadline dan dinamika hubungan kerja yang rumit.

Menurut laporan terbaru, lebih dari 52% karyawan mengalami burnout, dan 40% menyatakan bahwa pekerjaan mereka berdampak negatif terhadap kesehatan mental. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun banyak yang berusaha menjaga kewarasan di tengah kesibukan, tantangan yang ada seringkali membuat mereka merasa tertekan.

Generasi Z terbukti menjadi yang paling terdampak, dengan 91% melaporkan tantangan kesehatan mental yang signifikan. Angka ini menunjukkan perlunya perhatian khusus terhadap kelompok ini, karena 35% dari mereka mengalami depresi yang cukup berat.

Pentingnya Kesadaran akan Kesehatan Mental di Tempat Kerja

Kesehatan mental di tempat kerja bukan hanya masalah individu, tetapi juga tanggung jawab kolektif. Banyak perusahaan belum menyetujui bahwa isu ini bisa mempengaruhi produktivitas secara keseluruhan. Ketidakpuasan yang tinggi, meskipun ada kepuasan terhadap pekerjaan, menjadi tanda peringatan yang harus diperhatikan.

Sebuah survei menunjukkan bahwa meskipun 60% karyawan mengatakan mereka puas dengan pekerjaan mereka, banyak dari mereka tetap mencari peluang kerja lain. Fenomena ini dikenal sebagai “puas tetapi ingin keluar,” yang menggambarkan tekanan mental yang terus menerus dan mengundang risiko kehilangan talenta yang berbakat.

Di Indonesia, hasil Survey Workplace Wellbeing Score menunjukkan bahwa kesejahteraan mental pekerja berada di angka 50,98%, jauh di bawah rata-rata dunia yang mencapai 58,62%. Kesenjangan ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh pekerja di Tanah Air.

Dampak Kesehatan Mental terhadap Produktivitas dan Absensi

Masalah kesehatan mental tidak hanya berpengaruh pada individu, tetapi juga pada perusahaan secara keseluruhan. Karyawan yang tidak sehat secara mental cenderung lebih sering absen, dan jika hadir, mereka sering tidak dapat memberi performa terbaik. Hasil akhirnya adalah penurunan produktivitas yang bisa sangat merugikan perusahaan.

Pakar HR menyatakan bahwa banyak perusahaan yang tidak memiliki sistem deteksi stres yang baik. Hal ini membuat mereka terlambat menyadari penurunan performa tim, yang sebenarnya lebih disebabkan oleh beban mental yang tidak terkelola. Akibatnya, penurunan performa ini bisa mengakibatkan kerugian besar bagi perusahaan.

Deteksi dini terhadap masalah kesehatan mental menjadi sangat penting. Karyawan harus merasa aman untuk berbicara tentang tantangan yang mereka hadapi di tempat kerja. Dengan pendekatan ini, perusahaan bisa mengambil langkah-langkah proaktif untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat.

Solusi untuk Mengatasi Kesehatan Mental di Lingkungan Kerja

Pengembangan sistem yang mendukung kesehatan mental di tempat kerja menjadi sangat penting. Salah satu solusi yang diusulkan adalah penerapan Psychological Check-Up (PCU), sebuah metode skrining yang dapat membantu individu dan organisasi memahami kondisi psikologis mereka. Dengan mengenali tingkat stres dan kecemasan, perusahaan dapat mengambil tindakan yang sesuai.

Implementasi PCU telah terbukti memberikan hasil yang positif. Data dari skrining ini dapat membuka pintu untuk intervensi yang efektif, seperti sesi konseling dengan psikolog bersertifikat. Ini adalah langkah penting untuk mendorong kesehatan mental yang lebih baik di antara karyawan.

Pendidikan tentang ketahanan mental juga perlu ditingkatkan di lingkungan kerja. Pelatihan semacam ini dapat membantu karyawan mengelola stres dan mendorong kesejahteraan secara keseluruhan, menciptakan atmosfer yang lebih produktif dan kolaboratif.

Pengakuan dan Dukungan dari Perusahaan Terhadap Kesehatan Mental

Beberapa perusahaan mulai menyadari pentingnya kesehatan mental, dan beberapa di antaranya telah mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif. Dengan memberikan sumber daya dan dukungan yang tepat, mereka berusaha menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat. Ini termasuk memberikan waktu untuk beristirahat dan mendorong komunikasi terbuka.

Banyak karyawan yang merasakan perubahan positif setelah organisasi mereka mulai fokus pada kesehatan mental. Dukungan dari atasan dan rekan kerja bisa memberikan rasa aman bagi karyawan untuk menyuarakan masalah yang mereka hadapi. Ini mengarah pada peningkatan kesejahteraan kerja secara keseluruhan.

Kesehatan mental yang baik tidak hanya bermanfaat bagi individu, tetapi juga bagi perusahaan. Ini bisa meningkatkan loyalitas karyawan, menurunkan angka turnover, serta meningkatkan produktivitas secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk terlibat dalam menciptakan budaya kerja yang lebih peduli terhadap kesehatan mental.

Related posts