Polda Jawa Timur baru-baru ini menangkap aktivis asal Yogyakarta, M Fakhrurrozi alias Paul, dengan tuduhan terlibat dalam penghasutan aksi demonstrasi di Kediri. Penangkapan ini, yang terjadi pada 27 September 2025, menyita perhatian publik dan memicu berbagai reaksi dari berbagai pihak.
Setelah penangkapan, pihak kepolisian melakukan penggeledahan di rumah Paul di Sleman, Yogyakarta. Dalam penggeledahan tersebut, mereka menyita sejumlah barang bukti yang dianggap relevan dengan kasus yang sedang ditangani.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Jules Abraham Abast, menjelaskan bahwa barang bukti yang diamankan termasuk ponsel, laptop, tablet, dan kartu ATM. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya pihak kepolisian menangani kasus ini dan upaya untuk mengumpulkan bukti yang mendukung penyidikan.
Penyidikan dan Alasan Penangkapan Terhadap Paul
Menurut Jules, penangkapan terhadap Paul dilakukan dengan alasan demi kepentingan penyidikan. Pihak kepolisian khawatir Paul akan menghilangkan barang bukti yang ada jika tidak segera ditangkap. Dengan langkah ini, diharapkan proses pembuktiannya berjalan lebih lancar.
Jules menambahkan bahwa barang-barang yang disita tidak hanya digunakan untuk menuntut Paul, tetapi juga untuk memahami skenario yang terjadi di Kediri pada aksi demonstrasi tersebut. Keputusan ini dianggap perlu untuk memastikan bahwa tidak ada informasi atau bukti yang hilang selama penyidikan berlangsung.
Lebih lanjut, pihak Polda Jatim menyatakan bahwa Paul telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan sejumlah alat bukti yang ditemukan. Namun, apakah semua bukti ini sudah cukup kuat untuk menjeratnya dalam persidangan, menjadi pertanyaan yang harus dijawab di kemudian hari.
Protes dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya
Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin, menanggapi penangkapan ini dengan skeptis. Ia menilai penangkapan Paul tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, terutama dalam hal pemanggilan dan penyidikan. Oleh karena itu, kliennya merasa dirugikan.
Habibus menjelaskan bahwa menurut regulasi yang ada, seorang tersangka seharusnya dipanggil terlebih dahulu sebelum ditangkap. Prosedur hukum harus diikuti agar penangkapan tidak dianggap sewenang-wenang dan melanggar hak asasi manusia.
Sebagai tambahan, Habibus juga mennyebutkan bahwa Laporan Polisi yang dijadikan dasar penangkapan adalah Laporan Model A, dimana laporan tersebut dibuat oleh anggota Polri sendiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai independensi proses hukum yang sedang dijalani Paul.
Aspek Hukum Terkait Penetapan Tersangka Paul
Penetapan Paul sebagai tersangka di bawah Pasal 160 KUHP, yang mengatur mengenai penghasutan, menjadi sorotan utama dalam kasus ini. Ditambah lagi, ada beberapa pasal lain yang juga dilibatkan, membuat situasi hukum menjadi lebih rumit.
Habibus berpendapat bahwa penetapan tersangka seharusnya dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip hukum yang jelas. Dalam hal ini, dua alat bukti yang sah merupakan syarat utama sebelum keputusan dikenakan. Tanpa memenuhi syarat tersebut, proses hukum bisa dianggap cacat.
Hal ini juga berhubungan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2014, yang menegaskan pentingnya prosedur hukum dalam penetapan tersangka. Mengabaikan prosedur ini dapat berpotensi menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum di negara ini.
Reaksi Publik dan Komunitas Aktivis
Pascapenangkapan Paul, berbagai reaksi bermunculan dari publik dan komunitas aktivis. Banyak yang menganggap bahwa penahanan ini adalah bentuk pengekangan terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat. Aktivis menilai bahwa tindakan ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap kritik sosial yang dilakukan oleh Paul.
Selain itu, aksi solidaritas dari berbagai kalangan masyarakat juga mulai muncul, sebagai bentuk dukungan terhadap Paul. Mereka percaya bahwa tindakan pemerintah dalam menangkap Paul tidak mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi, yang seharusnya melindungi hak setiap individu untuk menyampaikan pendapat.
Di sisi lain, dukungan untuk penegakan hukum juga muncul, dengan klaim bahwa penghasutan terhadap aksi demonstrasi dapat berujung pada kerusuhan, yang merugikan banyak pihak. Persoalan moral dan hukum ini pun terus menjadi perdebatan hangat di masyarakat.