Banjir yang melanda Kota Semarang, Jawa Tengah, mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat. Dalam sepekan terakhir, bencana ini telah merenggut tiga nyawa, dengan ketiga korban tewas terjadi di lokasi yang berbeda.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, Endro P Martanto, mengungkapkan bahwa salah satu korban adalah Achmad Rifqie Arzan, seorang bocah berusia tujuh tahun. Dia ditemukan tenggelam di selokan Perum Graha Mukti Asri, Tlogomulyo, Kecamatan Pedurungan.
“Achmad Rifqie adalah korban ketiga yang meninggal dunia akibat banjir di Semarang,” kata Endro. Ia menjelaskan bahwa bocah tersebut terpeleset dan hanyut, menyebabkan tragedi itu terjadi.
Proses pencarian dilakukan oleh tim SAR gabungan setelah laporan pertama diterima. Penyisiran dilakukan dengan perhatian khusus untuk memastikan area pencarian mencakup lokasi yang cukup luas.
“Penyisiran dilakukan dari lokasi kejadian ke arah utara sejauh dua kilometer serta dari arah utara ke barat sejauh dua setengah kilometer,” terangnya. Tim menemukan tas milik korban sebelum akhirnya menemukan bocah malang itu dalam kondisi tidak bernyawa.
Selain Achmad, dua korban lainnya juga teridentifikasi. Korban pertama adalah Eko Rusianto, warga Panggung Kidul, Kecamatan Semarang Utara, yang tewas saat mencoba membersihkan sampah di Kolam Retensi Trimulyo. Kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu, 25 Oktober.
“Eko mengalami kecelakaan kerja saat membersihkan kolam,” ungkap Endro. Korban terpeleset dan tenggelam, diduga karena tidak bisa berenang tanpa mengenakan rompi pelampung.
Kemudian, anak berinisial FAS juga menjadi salah satu korban, tenggelam di Jembatan Pertigaan Masjid Gebangsari, Kecamatan Genuk. Dia dilaporkan tenggelam saat bermain di tengah genangan banjir.
Pengungsi Akibat Banjir yang Melanda Sejumlah Wilayah Semarang
Keadaan di Kota Semarang semakin memburuk dengan banjir yang menggenangi 23 kelurahan, mengakibatkan puluhan ribu warga terpaksa mengungsi. Menurut data resmi, ada 63.400 jiwa yang terdampak bencana ini, atau setara dengan 21.125 kepala keluarga.
BPBD mencatat banjir melanda lima kecamatan, termasuk Kecamatan Semarang Utara, Genuk, Gayamsari, Pedurungan, dan Semarang Timur. Banjir menyebabkan kendaraan-kendaraan terjebak dan mogok di jalanan yang terendam air.
Di Kecamatan Semarang Utara, banjir menggenangi banyak kelurahan seperti Panggung Lor dan Panggul Kidul, sementara di Gayamsari, genangan air mencapai ketinggian 10 hingga 80 sentimeter. Di wilayah Genuk, Jalur Pantura juga terendam, memengaruhi arus lalu lintas secara signifikan.
Di Jalan Kaligawe Raya, ketinggian air mencapai hampir satu meter, membuat banyak truk mogok dan menyebabkan kemacetan. “Kami sedang berusaha membantu evakuasi kendaraan yang mogok,” ujar Kapolsek Genuk, Kompol Rismanto.
Sejak hari Rabu, 22 Oktober, banjir sudah mulai mengepung berbagai area di Semarang. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi situasi darurat ini, termasuk rekayasa cuaca dan peningkatan operasional pompa air. Namun, bencana ini masih belum menunjukkan tanda-tanda akan segera surut.
Upaya Mitigasi dan Respons Terhadap Banjir di Semarang
Pemerintah dan lembaga terkait berusaha untuk melakukan mitigasi agar bencana serupa tidak terulang di masa mendatang. Penanganan bencana menjadi salah satu prioritas utama agar masyarakat terlindungi dari ancaman yang lebih parah.
Banjir yang terjadi telah meningkatkan kesadaran akan pentingnya infrastruktur yang memadai dan sistem drainase yang baik. Salah satu solusi yang diharapkan adalah adanya perbaikan sistem drainase yang ada di Kota Semarang, agar dapat menampung curah hujan yang tinggi.
Kerjasama antar instansi juga sangat diperlukan demi efektivitas penanganan bencana. Badan penanggulangan bencana harus dapat bekerja sama dengan pemda dan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Penggunaan teknologi dan informasi juga menjadi salah satu strategi dalam menghadapi bencana. Sistem peringatan dini diharapkan dapat meminimalisir dampak dari bencana dengan memberikan informasi akurat dan tepat waktu kepada masyarakat.
Kegiatan sosialisasi kepada warga tentang keselamatan saat banjir juga perlu ditingkatkan. Masyarakat harus memiliki pengetahuan dan kewaspadaan yang tinggi agar bisa menghadapi situasi darurat dengan lebih baik.
Pentingnya Kesadaran Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Alam di Semarang
Kesadaran masyarakat akan kebencanaan merupakan kunci dalam menghadapi bencana. Masyarakat diharapkan untuk memahami risiko yang ada di lingkungan mereka serta mengenali tanda-tanda bahaya yang mungkin terjadi.
Pendidikan tentang bencana harus dimulai dari usia dini dan dilanjutkan di sekolah-sekolah. Dengan demikian, generasi muda bisa memiliki pengetahuan yang cukup untuk menghadapi bencana di masa depan.
Peran komunitas juga sangat penting dalam membangun ketahanan. Dengan saling membantu dan berbagi informasi, masyarakat dapat saling mendukung dalam situasi krisis.
Selain itu, masyarakat perlu didorong untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan mitigasi dan perencanaan bencana. Keterlibatan aktif ini akan menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap lingkungan.
Dalam jangka panjang, penguatan tata ruang dan regulasi terkait pembangunan juga menjadi penting untuk menghindari risiko banjir yang lebih besar. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses perencanaan untuk memastikan semua aspek pertimbangan dipenuhi.
