Pengadilan Negeri Bandung baru saja mengeluarkan keputusan mengenai kasus perusakan yang terjadi saat aksi unjuk rasa Hari Buruh pada 1 Mei 2025. Dalam sidang tersebut, majelis hakim menjatuhkan vonis lima bulan penjara kepada empat terdakwa, membuktikan bahwa tindakan mereka dilarang dan berimplikasi hukum.
Keempat seseorang yang dihukum adalah Fikri Eliansyah, Azriel Ramadhan, Tsabat Zhilalul Huda alias Abat, dan Bagus Adryan Muharram. Mereka terbukti melakukan perusakan terhadap mobil dinas polisi di kawasan Taman Cikapayang, Bandung, saat demonstrasi berlangsung.
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan bahwa para terdakwa melanggar Pasal 170 ayat (1) tentang Perusakan. Tindakan ini dinilai tidak hanya merugikan pihak yang berwenang tetapi juga mencederai semangat kebebasan berekspresi yang harus tetap dijaga dalam demokrasi.
Tanggapan Keluarga Terhadap Putusan Hakim
Ketika putusan dibacakan, tangis haru terdengar dari orang tua keempat terdakwa. Meskipun putusan tersebut dianggap tidak memberatkan, mereka menyadari bahwa ini adalah proses hukum yang harus dijalani oleh anak-anak mereka. Dimensi emosional ini menciptakan momen haru yang tidak terlupakan bagi para orang tua.
Orang tua dari para terdakwa mengungkapkan rasa syukur meski hukuman telah dijatuhkan. Mereka merasa bahwa vonis lima bulan penjara memberikan harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka. Harapan tersebut terlihat jelas ketika mereka merasa proses hukum ini dapat segera berakhir.
Bagus Adryan, salah satu terdakwa, mengungkapkan rasa syukur setelah sidang. Dia menyatakan ingin melanjutkan pendidikannya dan berharap dapat fokus pada kuliah setelah kasusnya selesai. Semangat untuk berbenah setelah masa sulit ini patut dicontoh.
Proses Hukum yang Dilalui dan Tuntutan JPU
Vonis yang dijatuhkan hakim ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang meminta delapan bulan penjara untuk setiap terdakwa. Hal ini menunjukkan perbedaan antara harapan hukum dan realita yang berujung pada vonis lebih ringan bagi para terdakwa. Keputusan ini menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat.
Kuasa Hukum para terdakwa, Lilis Octavanya Siahaan, mengatakan bahwa vonis ini sesuai harapan keluarganya. Dia menjelaskan bagaimana pengurangan masa tahanan memberi peluang pada para terdakwa untuk segera keluar dari tahanan dan melanjutkan hidup mereka. Harapan untuk pemulihan menjadi kunci dalam proses ini.
Lilis juga menjelaskan bahwa majelis hakim mempertimbangkan banyak hal dalam memutuskan vonis. Salah satu pertimbangan utama adalah penyesalan yang ditunjukkan oleh para terdakwa atas tindakan mereka dan komitmen untuk tidak mengulang kesalahan tersebut di masa depan.
Komitmen Para Terdakwa untuk Tidak Mengulangi Kesalahan
Dalam sidang, para terdakwa menyatakan penyesalan mereka dan berjanji untuk tidak terlibat dalam tindakan serupa di masa mendatang. Komitmen ini menjadi pertimbangan penting bagi hakim dalam menjatuhkan vonis. Penyesalan tersebut menunjukkan bahwa mereka belajar dari kesalahan yang telah dilakukan.
Majelis hakim juga menekankan pentingnya masa depan para terdakwa yang masih muda. Mereka berharap agar keputusan ini menjadi pelajaran berharga dan tidak menghalangi langkah maju para terdakwa dalam mencapai tujuan mereka. Harapan akan perubahan menjadi bagian dari proses rehabilitasi yang diperlukan.
Para terdakwa yang masih berada di usia relatif muda perlu mendapat dukungan dari keluarga dan masyarakat. Kesempatan untuk memperbaiki diri dan memberikan kontribusi positif di kemudian hari menjadi harapan banyak pihak, termasuk orang tua dan pengacara mereka.
Akhirnya, dengan berjalannya proses hukum ini, semua pihak diharapkan dapat menarik pelajaran berharga. Ketika kebebasan berpendapat dijaga, tindakan anarkisme tidak boleh dibenarkan. Tindakan hukum harus tetap ditegakkan, tetapi diimbangi dengan kesempatan untuk perbaikan dan penyesalan. Semoga ini menjadi pijakan untuk masa depan yang lebih baik bagi semua.