Eks Kabagwassidik Polda Sumut Dilaporkan ke Propam Polri

Mantan Kabagwassidik Polda Sumatera Utara, Kombes MHPT, menghadapi pengaduan serius terkait dugaan penyalahgunaan wewenang. Aduan tersebut diajukan oleh mantan supirnya, Asril Siregar, yang mengklaim adanya praktik korupsi dalam pengurusan kasus hukum di Polda Sumut.

Asril menyatakan bahwa dia merasa dikorbankan dalam situasi ini dan merasa bahwa tindakan MHPT tidak etis dalam menangani laporan yang dia buat terkait anak pejabat. Pengaduan resmi telah disampaikan ke Divisi Propam dan Bareskrim Polri untuk penanganan lebih lanjut.

Menurut Asril, tindakan yang diambilnya bersumber dari pengancaman yang diterimanya, yang berujung pada keputusannya untuk membuat laporan polisi. Dia merasa situasi ini sangat merugikan dirinya dan meminta keadilan agar kasus ini diusut hingga tuntas.

Dugaan Penyalahgunaan Wewenang dalam Kasus Hukum

Asril Siregar menegaskan bahwa Kombes MHPT diduga menerima suap dari pihak terkait dalam upaya membebaskan anaknya yang terjerat kasus hukum. Ia menjelaskan bahwa MHPT berusaha mencari keuntungan finansial dari laporan yang dia buat di Polda Sumut mengenai anak seorang pejabat.

Pengacara Asril, Roni Prima Panggabean, menyatakan bahwa ada indikasi pelanggaran kode etik berat yang dilakukan oleh MHPT. Dia menyebutkan bahwa kasus ini melibatkan jumlah uang yang cukup besar, mencapai ratusan juta rupiah, yang diduga diterima MHPT dari pihak terlapor.

Pihak Asril mengungkapkan bahwa laporan polisi terhadap anak pejabat tersebut telah diterima dengan nomor resmi dan proses hukum sempat dijalankan. Namun, secara tiba-tiba, kasus tersebut mengalami stagnasi, yang menimbulkan berbagai spekulasi mengenai hasil akhirnya.

Proses Hukum yang Terhambat dan Penawaran Uang

Menurut penjelasan Roni, kliennya mengalami sejumlah ancaman yang memaksanya untuk membuat laporan di Polda Sumut. Namun, selama proses penyidikan, saat terlapor ditetapkan sebagai tersangka, perkembangan kasus justru terhenti tanpa penjelasan yang jelas.

Dalam perkembangan terakhir, Roni menyatakan bahwa ada tawaran uang sebesar Rp100 juta dari pihak terlapor untuk mencabut laporan. Penawaran ini ditolak oleh Asril, namun setelahnya muncul kecurigaan bahwa uang tersebut mungkin telah diterima oleh MHPT.

Roni menambahkan bahwa posisi MHPT saat itu sebagai Kabagwassidik menjadikannya sebagai pemimpin penyidik di Sumatera Utara, sehingga seharusnya dia menjaga integritas dan etika dalam menjalankan tugasnya.

Harapan untuk Pengusutan yang Transparan dan Adil

Pihak Asril mengharapkan agar Divisi Propam dan Bareskrim Polri dapat bertindak tegas untuk mengungkap dugaan korupsi yang melibatkan namanya. Dalam konteks ini, Roni mencatat bahwa Polri tengah menjalankan program Transformasi dan Reformasi, sehingga penting untuk menilai apakah prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan dalam praktik.

Roni menekankan perlunya evaluasi atas komitmen Polri terhadap reformasi ini. Apakah langkah yang diambil merupakan kebijakan sungguhan atau sekadar kata-kata tanpa aksi nyata, menjadi pertanyaan yang harus dijawab.

Dalam situasi ini, harapan akan keadilan lebih besar daripada sekadar penyelesaian formalitas, mengingat kasus ini melibatkan integritas lembaga penegak hukum yang seharusnya menjadi panutan di masyarakat.

Related posts