Ajil Ditto semakin menunjukkan eksistensinya sebagai aktor berbakat di dunia perfilman Indonesia. Setelah kesuksesan film sebelumnya, ia kembali dengan proyek terbaru di genre horor, berjudul Rest Area, yang disutradarai oleh Aditya Testarossa.
Film ini mempertemukan Ajil dengan sejumlah aktor muda berbakat seperti Lutesha dan Chicco Kurniawan. Selama proses syuting, Ajil mengungkapkan bahwa ada banyak pengalaman tak terlupakan, terutama saat ia harus menghadapi tantangan emosional yang kuat.
Salah satu momen yang paling menyentuh baginya adalah ketika ia harus berbaring di dalam keranda, yang memicu rasa takut mendalam. Pengalaman tersebut menyadarkannya akan kenyataan bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan yang tak terhindarkan.
Menggali Makna dalam Adegan Horor yang Menegangkan
Dalam film Rest Area, Ajil Ditto berperan sebagai salah satu karakter utama dalam cerita yang penuh ketegangan. Ia dan empat karakter lainnya terjebak di sebuah rest area yang terisolasi, menjadikan malam itu sebagai pengalaman yang menakutkan. Seiring berjalannya cerita, ketegangan kian meningkat saat mereka diserang oleh makhluk halus, Hantu Kresek.
Kehidupan para karakter ini menjadi terancam dalam waktu yang singkat, dan itu membuat penonton merasakan ketakutan yang sama. Proses syuting yang intens ini menjadi pelajaran berharga baginya sebagai seorang aktor yang harus mendorong batasan emosional. Ajil merasa pengalaman tersebut membawa kedalaman tersendiri bagi setiap karakternya.
Selain ketegangan, film ini juga menggugah emosi dengan menggambarkan hubungan antar karakter. Cerita Rest Area mencerminkan sisi manusiawi di balik ketakutan, menyoroti bagaimana mereka saling mendukung di tengah situasi yang menegangkan. Hal ini mengingatkan penonton tentang kekuatan persahabatan dan solidaritas.
Proses Kreatif di Balik Film Rest Area
Aditya Testarossa sebagai sutradara memiliki visi yang jelas tentang bagaimana menceritakan kisah Rest Area. Ia menciptakan suasana yang mencekam dengan pengaturan lokasi yang terpencil dan pencahayaan yang dramatis, menambah elemen horror secara keseluruhan. Ajil Ditto menyebutkan bahwa pendekatan Aditya sangat membantunya dalam memahami karakter dan suasana film.
Kelima karakter dalam film ini memiliki latar belakang yang berbeda, menciptakan dinamika kelompok yang menarik. Setiap aktor diminta untuk menggali lebih dalam akan karakter mereka, agar interaksi di layar terasa lebih otentik. Melalui workshop dan diskusi mendalam, Ajil dan rekan-rekannya mampu membangun karakter yang sangat tergambar dalam alur cerita.
Panjang perjalanan menuju penyelesaian film ini bukanlah hal yang mudah. Momen-momen selama syuting kadang-kadang tidak terduga, dan Ajil harus siap menghadapi berbagai tantangan. Misalnya, proses syuting di lokasi yang ‘angker’ menambah kedalaman pengalaman mereka, dan tentunya menjadikan cerita lebih menarik untuk ditonton.
Makna di Balik Ketakutan di Film Horor
Rest Area bukan sekadar film horor; ada pesan mendalam yang ingin disampaikan kepada penonton. Ketakutan dalam film ini tercermin dari upaya karakter untuk bertahan dan saling melindungi. Dalam menghadapi ancaman, mereka belajar arti dari keberanian dan mekanisme bertahan hidup.
Ajil mengaku bahwa ketakutannya saat syuting bukan hanya karena elemen supernatural, tetapi juga karena kenangan masa lalu yang muncul. Situasi ekstrim ini menawarkan ruang refleksi, membuat penonton menyadari bahwa ketakutan tak hanya ada di film, tetapi juga dalam hidup sehari-hari. Menghadapi ketakutan adalah tema universal yang dapat dihubungkan oleh siapa saja.
Film ini akhirnya meninggalkan pesan yang kuat tentang bagaimana pentingnya saling mendukung di antara teman. Ketika segalanya tampak gelap dan menakutkan, keberadaan orang yang kita cintai dapat memberikan kekuatan tersendiri. Ini menggambarkan betapa krusialnya hubungan antarmanusia, terutama dalam situasi yang paling sulit.